Senin, 22 Oktober 2018

Hari Santri Nasional, Riyadhul Fikr Persembahkan Diskusi Spesial


Minggu (21/10/2018) - Riyadhul Fikr Universitas Negeri Malang (UM), menggelar Diskusi Spesial Hari Santri Nasional di Roekeloos Coffee. Diskusi kali ini bertema  Resolusi Jihad NU: Refleksi Kebangkitan Kaum Tradisional dan diisi oleh dua pemateri yaitu Arif Subekti, S.Pd,MA (Dosen Sejarah UM) dan Ahmad Sirojul Munir,S.Hum (Lurah Ponpes Sabilurrisyad Gasek). Sekitar 30 peserta yang hadir berasal dari  kalangan mahasiswa dan santri-santri dari berbagai pondok pesantren.
Diskusi dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pertama diisi oleh Bapak Arif Subekti dengan pembahasan mengenai simetrisasi sejarah dan masa lalu terutama dalam konteks resolusi jihad. Pada penjelasan awal, dapat kita ketahui bahwa  sebenarnya resolusi jihad terdeklarasi atas fatwa Kyai Hasyim Asy’ari yaitu, tragedi tentang resolusi jihad yang masih sedikit dibahas dalam buku-buku sejarah nasional. Seperti dalam buku resolusi jihad saja hanya terdapat tiga paragraph yang membahas resolusi jihad itu sendiri. Pada pembahasan selanjutnya, beliau mengajak para peserta untuk mengingat kembali mengenai sejarah yang berhubungan dengan hari santri pada 20 Oktober. Sebagai pengantar materi yang beliau sampaikan, Bapak Arif Subekti menjelaskan tentang pandangan-pandangan beberapa ahli tentang sosok santri tradisional, hingga bagaimana santri pada zaman dahulu dalam melalui peristiwa bersejarah seperti tragedi 10 Oktober 1945.
Diskusi semakin interaktif dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Pertanyaan pertama tentang perbedaan santri dulu dengan santri sekarang ditinjau dari kehidupan dan adab di tengah perkembangan zaman. Pemateri menjelaskan bahwa, kita tidak bisa begitu saja menarik kesimpulan bahwasanya santri dulu lebih baik dari santri sekarang ataupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan dalam satu abad terdapat resolusi pemikiran orang Islam di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri juga istilah santri terdahulu lebih abangan dari santri jaman sekarang. Pemateri pertama menyimpulkan bahwa jati diri santri tergantung pada diri pribadi santri tersebut tanpa memandang zaman dan poros waktu yang ada. Pertanyaan selanjutnya mengenai peringatan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober. Mengingat bahwa bukti sejarah yang valid bisa dikatakan kurang memadai. Pemateri menjawab dengan pemaparan hasil dari landasan yuridis-formal penyelenggaraan peringatan Hari Santri adalah sesuai Kappres No.22 Tahun 2015 pada point C yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo.
Sesi kedua diskusi diisi oleh Ahmad Sirojul Munir yang mengawali materinya dengan menceritakan kisah dari resolusi jihad pasca proklamasi. Beliau menjelaskan bahwa pengungkapan jihad berkaitan dengan upaya Kyai Hasyim untuk menumbuhkan dan mengobarkan semangat para santri terutama dalam melawan penjajah (Belanda). Saat itu, Kyai Hasyim mengatakan bahwamembela NKRI sama halnya dengan membela agama, dan apabila mati dalam membela NKRI maka mati syahidlah yang didapatnya”. Kemudian penjelasan berlanjut pada terminologi kaum snatri yang disampaika oleh Gus Mus yaitu “Bahwa  santri bukan hanya yang bermukim di pondok pesantren, tetapi mereka yang memiliki akhlak seperti santri bisa disebut santri”. Lalu ditambah tentang karakteristik seorang santri yang bersifat shalih dan akrhom. Penekanan materi kali ini yaitu pada karakter santri zaman dulu yang masih relevan diterapkan oleh santri sekarang diantaranya; semangat membaca, semangat menulis, dan semangat diskusi atau sawir.
Sesi akhir diskusi semakin menarik dengan pertanyaan mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh santri zaman sekarang, dan dari pertanyaan ini berkembanglah ke sebuah diskusi yang lebih interaktif lagi. Kemudian tambahan dari Bapak Arif Subekti tentang 3 hal yang bisa dilakukan oleh santri yaitu menjadi warga negara yang baik, muslim yang baik, dan muslim moderen. Diskusi ditutup oleh moderator dengan penyampaian kembali terminologi santri dari Gus Mus yaitu “Santri bukan hanya mereka yang belajar di pondok pesantren, tapi dia yang berakhlak seperti santri bisa disebut sebagai santri”


Penulis     : Khusnul Khotimah
Editor       : Najatul Ubadati

Hari Santri Nasional, Riyadhul Fikr Persembahkan Diskusi Spesial

Minggu (21/10/2018) - Riyadhul Fikr Universitas Negeri Malang (UM) , menggelar Diskusi Spesial Hari Santri Nasional di Roekeloos Coff...